Al Faruq Singa Padang Pasir


Al Faruq Singa Padang Pasir - Umar bin Khathab dijuluki singa padang pasir. Kecepatan pedangnya bagaikan kilat yang membelah angkasa, sehingga sangat ditakuti oleh penduduk kota Mekkah. Rasulullah sampai pernah berdoa, andaikan Allah berkenan, Umar bin Khathab yang diharapkan untuk segera masuk Islam diantara orang-orang yang memusuhinya.

Semasa belum memeluk agama Uslam, Umar merupakan seorang yang kejam. Banyak darah yang dianggap musuh dihirupnya dan banyak nyawa melayang diujung pedangnya. Bahkan begitu kejamnya saat itu, anak perempuannya sendiri yang masih kecil dikubur hidup-hidup demi memelihara wibawanya sebagai pemuka suku Quraisy yang terpandang.

Umar adalah seorang saudagar yang berhasil. Ia putra Nufail dari Bani Adi, sebuah suku Arab yang sangat terpandang. Umar terkenal sangat gagah perkasa, garang dan kejam dan ia sangat teguh dengan keyakinan yang dianutnya serta rela berkorban apa saja demi menjaga martabatnya selaku orang Quraisy sesuai dengan kepercayaan jahiliyah.

Umar bin Khathab masuk Islam pada tahun kelima Bi'tsah atau lima tahun setelah Rasulullah menyerukan dakwahnya, dan ia memperoleh gelar Al Faruq dari Nabi, artinya orang yang mampu memisahkan kebenaran dan kebathilan.


Peristiwa Umar masuk ke dalam agama Islam sangat menarik, yang mencerminkan kepribadian Umar yang jujur dan berhati lembut, meskipun ia memiliki sifat yang kasar dan fisiknya kelihatan keras. Ada yang berpendapat bahwa keislaman Umar terjadi karena mukjizat Al-qur'an.

Kejadian yang mengharukan itu terjadi di Mekkah Almukarromah. Kekejaman Umar bin Khathab ketika itu berada pada puncaknya, kemana-mana ia selalu menghunus pedangnya untuk membunuh Rasulullah. Seluruh warga kota sangat ketakutan melihat keberingasan wajah Umar.

Suatu ketika, Umar berjalan ditengah terik matahari. Ia memergoki Laila dan suaminya Amir bin Rabiah, yang hendak menaiki untanya untuk pergi ke negeri habsy.

"Hei, hendak kemana kalian?" teriak Umar.

"Engkau telah menganiaya kami dan seluruh kawan-kawan yang mengikuti seruan Muhammad dengan kejam. Sekarang kami mau mengungsi ke bumi Allah, ke tempat dimana kami dapat beribadah dengan tenang tanpa terganggu lagi" jawab Laila dengan pasrah.

"Hm, mudah-mudahan Allahmu yang tak kelihatan itu menyertai kalian" sahut Umar dengan sebal. Kemudian ia pergi sambil mulutnya menyumpah-nyumpah.

Di persimpangan jalan, Umar bertemu dengan Saad bin Abi Waqash, salah seorang sahabar dekatnya.

"Mau kemana kau, anak Khathab, mengapa kau menghunus pedang" sapa Saad bin Waqash.

"Aku hendak mencari Muhammad, si anak celaka itu. Akan ku cincang tubuhnya dengan pedangku ini sampai lumat. Si bodoh itu sungguh berani mendirikan agama baru, sehingga terputuslah hubungan persaudaraan kita. Orang-orang kita di anggapnya tolol, berhala-berhala kita dicaci maki, agama nenek moyang kita di cemoohnya dan masih banyak lagi kejahatannya. Akan kuhabisi nyawa si bedebah laknat itu!".

"Ah, Umar! Kau ini lebih kecil dan lebih hina dari Muhammad" kata Saad, seolah tidak melihat wajah Umar yang merah padam menahan amarah. "Bagaimana kau akan membunuhnya? Kau kira semua keluarga keturunan Abdul Muthalib akan diam berpangku tangan. Mereka pasti akan memburu dan membunuhmu!".

Sejenak Umar melongo, ia tidak menyangka bahwa sahabatnya akan berkata seperti itu kepada dirinya. dengan kasar kemudian ia membentak.

"Rupanya sekarang kau telah berani terhadapku, Saad! Ini juga pertanda kau telah berganti agama. Benar apa yang ku katakan?!".

Saad bin Waqash diam hanya mengangguk.

"Kurang ajar!" teriak Umar dengan gusar "Jadi kau sudah mengikuti ajakan Muhammad itu? Hm, dengan demikian antara kita halal untuk saling menumpahkan darah, Saad. Akan ku habisi nyawamu sekarang juga!".

"Hai Umar! kepada orang lain dan sahabatmu kau berani bersikap kejam, tapi kepada adik dan iparmu kau diam saja!" kata Saad seraya mencabut pedangnya untuk menghadapi serangan Umar.

"Apa yang kau katakan?!" teriak Umar melototkan matanya "Apakah Fatimah dan suaminya juga menjadi pengikut Muhammad?"

"Apakah kamu pura-pura tidak tahu, atau memang tak tahu bahwa mereka telah lama menjadi pengikut Muhammad yang taat?"

"Kurang ajar! gemeletuk gigi Umarmenahan geram. Tak disangka adik dan suaminya juga telah memeluk Islam "Akan ku bunuh mereka berdua, akan ku penggal kepala mereka!"

Dengan cepat Umar meninggalkan Saad untuk menuju rumah adiknya dengan masih menghunus pedang. Di dobraknya pintu rumah Fatimah dengan keras, yang saat itu sedang bersama suaminya, Said bin Zaid tengah belajar Al-qur'an dari Khabab bin Art, bekas budak Umar sendiri.

Jika tiba-tiba ada geledek, barangkali tidaklah sekaget Fatimah dan suaminya serta Khabab saat itu. Mereka sangat ketakutan dengan kedatangan Umar yang nampak marah-marah.

"Ku dengar kau dan suamimu telah bertukar agama, ku harap berita itu tidak benar, Fatimah!" tanya Umar dengan nada tinggi.

Fatimah dan suaminya diam tak menjawab.

Melihat hal itu, Umar semakin melonjak darahnya. Ia melompat ke arah Said bin Zaid, di pukulnya suami adiknya itu hingga terjerembab. Tak sampai disitu, Umar menendang perutnya berkali-kali seperti kesetanan.
Fatimah yang selama ini sangat menghormati kakaknya, melihat hal itu spontan ia menerjang ke arah kakaknya. Namun, tangan Umar menampar wajahnya. Darah menetes dari sudut bibir Fatimah, tapi sepeti tak di rasakannya. Ia membusungkan dadanya dan berkata :


"Hai seteru Allah. Bunuhlah kami! Kami adalah pengikut Muhammad, kami tak gentar sedikit pun menghadapi kematian. Silahkan kau aniaya diri kami sepuasnya, tapi seujung rambut pun kami tak akan berbalik langkah. Kami tetap mengikuti ajaran Muhammad yang menjadi Nabi Allah, sampai akhir hayat kami!".

Mendengar ucapan adik perempuannya yang sangat berani dan penuh keteguhan, hati Umar tergetar. Ia sangat heran melihat sikap adiknya yang sangat saat ini. Padahal biasanya, adik yang disayanginya itu begitu patuh dan selalu mendengar apa yang di ucapkannya tanpa berani membantah. Tetapi hari ini telah berubah. Apalagi ketika dilihat bibir Fatimah berlumuran darah, hatinya menjadi luluh seakan menyesali apa yang telah di perbuatnya.

Perlahan Umar menolong adik iparnya, Said bin Zaid untuk berdiri dan membantunya duduk di kursi.

Saat Umar sedang bimbang, tak tahu apa yang selanjutnya di lakukan, ia melihat lembaran kulit kambing yang di genggam Fatimah.

"Fatimah, apa yang kau pegang itu? Coba kau bawa kemari, aku ingin melihatnya!" kata Umar.

"Tidak boleh! kau adalah seteru Allah, kau tak boleh melihatnya. Kau nanti pasti akan merobek-robeknya!" jawab Fatimah dengan ketus.

"Aku bersumpah tidak akan merusaknya! Jika kau tidak mau memperlhatkannya kepadaku, coba kau bacakan untukku!" pinta Umar.

Perlahan-lahan Fatimah membaca lembaran Al-qur'an surat Thaha ayat 1 sampai 8. Dengan penuh perhatian Umar mendengarkan, hatinya begitu terpesona oleh keindahan bahasa dan keagungan isi ayat yang di kumandangkan adiknya. Ia benar-benar terbuai.

Melihat keadaan saat itu menjadi berbalik, Khabab yang sejak tadi ketakutan, sekarang berani menjawab.

"Thaha. Kami tidak turunkan Al-qur'an ini kepadamu agar engkau menjadi berat, tetapi sebagai peringatan bagi orang-orang yang takut. Di turunkan oleh Allah yang menciptakan bumi  dan langit. Tuhan yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas Arasy. Kepunyaan-Nya lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, dan semua yang terdapat di antara keduanya, serta semua yang terpendam di bawah tanah. Juka kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan semua yang lebih tersembunyi. Dialah Allah, tidak ada Tuhan selan Dia. Dia yang memiliki nama-nama yang sempurna".

Tergetar hati Umar. Singa Padang Pasir itu lunglai sekujur tubuhnya, dan menetes air matanya. Mulutnya yang biasanya mencaci dan mengumpat, saat itu ia bergumam dengan ucapan penuh kekaguman.

"Oh, betapa indah dan mulianya".

Dan tiba-tiba, ia berteriak dengan lantang "Asyhadu alla illaaha illallah, wa asyhadu anna muhammad Rasulullah". Kemudian ia berpaling ke arah Fatimah. "Dimana Muhammad sekarang? Aku harus bertemu dengannya. Aku akan berikrar di hadapannya".

"Beliau berada di rumah Al Arqam, sedang berdakwah!"

"Dimana rumah Al Arqam?" tanya Umar.

"Di kampung Shafa!"

Umar bin Khathab dengan segera ke luar rumah adiknya masih dengan pedang terhunus. Namun, kali ini bukan untuk membunuh Rasulullah, melainkan untuk melindungi keselamatannya.

Sejak itu Umar memeluk agama Islam. Hal itu membuat sahabat-sahabatnya yang dulu semasa masih kafir, menjadi segan untuk mengganggu Rasulullah.




LANGGANAN ARTIKEL GRATIS
Dapatkan Artikel Terbaru Disini !
Masukkan email anda di bawah ini , maka anda akan mendapatkan kiriman terbaru dari KUMBERCER secara gratis via email. Terimakasih.

0 Response to "Al Faruq Singa Padang Pasir"

Post a Comment

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak...!