Nama : Ya'qub (Yakub/Israel) bin Ishaq
Usia : 147 tahun
Periode Sejarah : 1837 - 1690 SM
Tempat Diutus : Syam (Syria)
Jumlah Keturunan : 12 Anak
Tempat Wafat : Al-Khalil (Hebron)
Sebutan Kaum : Bangsa Kan'an
Dalam Al-Qur'an namanya disebutkan sebanyak 18 kali
Antara saudara kembar ini tidak ada suasana rukun dan damai serta tidak ada rasa kasih sayang, bahkan Aish mendendam terhadap Ya'qub yang memang lebih dimanjakan dan lebih disayangi serta dicintai oleh ibunya. Hubungan tidak harmonis itu lebih diperburuk setelah Aish mengetahui bahwa Ya'qub lah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya meminta kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan, sedangkan dia tidak diberitahu dan karena itu dia tidak mendapat kesempatan seperti Ya'qub memperoleh berkah dan doa ayahnya, Nabi Ishaq.
Melihat saudaranya yang bersikap dingin dan selalu menyindir yang timbul dari rasa iri bahkan ia selalu diancam, maka datanglah Ya'qub kepada ayahnya mengadukan sikap permusuhan itu. Nabi Ishaq sudah merasa kesal melihat hubungan kedua putranya yang semakin hari semakin meruncing, berkatalah ia kepada anaknya, Ya'qub;
"Wahai anakku! Karena umurku yang sudah lanjut, aku tidak dapat menengahi kalian berdua. Ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, raut mukaku sudah berkerut dan aku sudah berada diambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khawatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Aish akan semakin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari kecelakaanmu dan kebinasaanmu. Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat dukungan dan pertolongan dari saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan terbaik bagimu, menurut pikirinku engkau harus meninggalkan negeri ini dan berhijrah ke Fadan A'raam di daerah Irak, dimana bapak saudaramu yaitu saudara ibumu, yaitu Laban bin Batu'il. Engkau dapat dikawinkan dengan salah seorang putrinya. Dengan demikian, menjadi kuatlah kedudukan sosialmu agar disegani dan dihormati orang karena kedudukan mertuamu yang menonjol dimata masyarakat. Pergilah engkau kesana dengan iringan doa dariku, semoga Allah memberkati perjalananmu, memberi mudah dan murah rezeki serta mendapatkan kehidupan yang tenang dan tenteram."
Nasehat dan anjuran ayahnya mendapatkan tempat di hati Ya'kub. Dengan mengikuti saran itu, dia akan dapat bertemu dengan bapak saudaranya dan anggota-anggota keluarga dari pihak ibunya. Ya'qub segera berkemas-kemas dan membungkus barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan, dan dengan hati yang sedih dia meminta restu kepada ayah dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.
Dengan melalui jalan pasir dan sahara yang luas, dengan panas mataharinya yang terik dan angin sammumnya (panas) yang membakar kulit, Ya'qub meneruskan perjalanan seorang diri menuju ke Fadan A'raam. Dalam perjalanan yang jauh itu, ia sesekali berhenti beristirahat untuk melepaskan rasa letih. Dalam salah satu tempat perhentiannya, ia tertidur dibawah sebuah batu karang yang besar. Dalam tidurnya yang nyenyak, ia bermimpi bahwa ia dikaruniakan rezeki yang luas, kehidupan yang aman dan damai, keluarga dan anak cucu yang saleh dan berbakti serta kerajaan yang besar dan makmur. Terbangunlah Ya'qub dari tidurnya, mengusap matanya, melihat kekanan dan kekiri dan sadarlah ia bahwa apa yang dilihatnya hanya sebuah mimpi. Namun ia percaya, bahwa mimpinya itu akan menjadi kenyataan dikemudian hari sesuai dengan doa ayahnya yang masih tetap mendengung di telinganya.
Akhirnya Ya'qub tiba di kota Fadan A'raam. Sesampainya ia di salah satu persimpangan jalan, Ya'qub berhenti sebentar bertanya ke salah seorang penduduk dimana letak rumah Laban berada. Laban seorang kaya raya. pemilik dari sebuah peternakan terbesar di kota itu, maka tidak sukar bagi seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanya itu menunjuk ke salah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya berkata kepada Ya'qub "Kebetulan sekali, itulah dia anak perempuan Laban, Rahil yang akan dapat membawa kamu ke rumah ayahnya".
Dengan hati yang berdebar, pergilah Ya'qub menghampiri gadis yang ayu dan cantik itu. Lalu dengan suara yang terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang mengikat lidahnya, Yaqub mengenalkan diri bahwa ia adalah saudara sepupunya sendiri. Rifqah ibunya, saudara kandung dari ayah si gadis itu. Diterangkan lagi kepada Rahil tujuannya datang ke Fadan A'raam dari Kan'an. Mendengar penjelasan Ya'qub yang ingin menemui ayahnya dan untuk menyampaikan pesan Nabi Ishaq, maka dengan senang hati Rahil mempersilahkan Ya'qub untuk mengikutinya ke rumah untuk menemui ayahnya, Laban.
Setelah bertemu Laban bin Batu'il, lalu disiapkan tempat dan kamar khusus untuk anak saudaranya itu, Ya'qub yang tidak dibeda-bedakan dengan anak kandungnya sendiri. Dengan senang hati Ya'qub tinggal dirumah Laban seperti dirumahnya sendiri.
Ya'qub tinggal di Harran cukup lama, ia lantas menikahi sepupunya, putri Laban. Kemudian ia kembali ke keluarganya di Kan'an setelah Allah menganugerahinya sepuluh putra dari sepupunya dan istrinya yang lain.
Setelah Ya'qub kembali ke negeri Kan'an, Allah menganugerahinya lagi dua putra, yaitu Yusuf dan Bunyamin, dengan demikian jumlah putranya menjadi dua belas orang. Di tempat itulah dia menyempurnakan risalah ayahnya, Nabi Ishaq dan kakeknya Nabi Ibrahim untuk menyeru pada ajaran Allah.
Ketika Allah menganugerahi Yusuf kenabian dan jabatan Menteri Keuangan pada masa Hesos, Nabi Ya'qub dan anak-anaknya yang lain berangkat menemui Yusuf di mesir. Sementara itu, Yusuf telah memaafkan perbuatan saudara-saudaranya dahulu, seperti yang disebutkan dalam surat Yusuf. Dengan demikian, bangsa Israil memasuki mesir dan menetap disana untuk beberapa waktu, pada saat itulah Nabi Ya'qub wafat dan tubuhnya sempat dipertahankan, kemudian dipindahkan ke Palestina dan dimakamkan disana, sesuai dengan permintaannya. Nabi Ya'qub dimakamkan di Gua al-Makfilah, di kota Hebron (al-Khalil).
0 Response to "Kisah Nabi Ya'qub AS"
Post a Comment
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak...!