Nama : Musa bin Imran
Usia : 120 tahun
Periode Sejarah : 1527 - 1407 SM
Tempat Diutus : Sinai (Mesir)
Jumlah Keturunan : 2 anak (Azir dan Jarsyun)
Tempat Wafat : Gunung Nebu (bukit Nabu) Yordania
Sebutan Kaum : Bani Israil dan Fir'auna
Dalam Al-Qur'an namanya disebutsebanyak 136 kali
Mesir, saat itu dikuasai oleh Fir'aun, penduduknya terdiri dari 2 bangsa, yaitu penduduk asli Mesir yang disebut sebagai orang Qubti dan orang Israil, yaitu keturunan dari Nabi Yaqub AS.
Kebanyakan orang Qubti menduduki jabatan-jabatan tinggi, sedang orang Israil hanya berkedudukan rendah seperti buruh, pelayan dan pesuruh. Fir'aun memerintah dengan tangan besi, ia diktator kejam yang tidak berperikemanusiaan. Rakus kekayaan, sampai-sampai ia berani menyebut dirinya Tuhan.
Kekejaman Fir'aun Membunuh Bayi Laki-Laki
Suatu ketika Fir'aun bermimpi, yang oleh peramalnya mimpi itu diartikan dengan akan lahirnya seorang bayi laki-laki dari Bani Israil yang akan merampas kekuasaan raja. Seketika itu, Fir'aun memerintahkan pasukannya untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Ibu Musa, Yukabad, istri Imran bin Qahat merasa sangat gelisah karena begitu ketatnya penyelidikan para petugas. Lalu ibu Musa mendapat petunjuk melalui mimpi agar anaknya dimasukkan kedalam kotak lalu dihanyutkan ke sungai Nil. Allah SWT menjamin bahwa bayinya pasti akan selamat, bahkan Yukabad kelak tetap akan merawatnya.
Isyarat itu dilaksanakan dengan penuh ketabahan dan tawakal, kakak Musa diperintahkan untuk mengikuti kemana peti itu hanyut dan ditangan siapakah Musa nanti ditemukan. Kotak yang berisi bayi itu tersangkut di pohon dan berhenti di belakang istana Fir'aun. Putri Fir'aun menemukan peti tersebut, dan ia adalah seorang yang berpenyakit belang. Ketika menyentuh Musa, mendadak penyakitnya sembuh. Dengan perasaan gembira ia membawa peti itu kepada Aisah, Istri Fir'aun dan memberitahu apa yang telah terjadi. Aisah adalah seorang yang beriman kepada Allah, Aisah mengambil bayi tersebut dan berniat untuk memeliharanya karena ia sudah lama mendambakan anak. Bayi itu oleh Aisah diberi nama Musa yang artinya 'Air dan Pohon', di antara sejumlah inang pengasuh pilihan, bayi Musa hanya mau menyusu pada Yukabad sehingga akhirnya Aisah menerima Yukabad sebagai inang pengasuh Musa. Dengan demikian janji Allah SWT bahwa Yukabad tetap akan mendapatkan kembali bayinya terpenuhi. Kisah ini terdapat dalam surat Al-Qasas : 4-13.
Musa Meninggalkan Mesir
Setelah selesai masa penyusuan bersama ibunya, Yukabad, Musa dikembalikan lagi ke istana Fir'aun. Ia dipelihara sebagaimana anak-anak raja yang lain. Berpakaian seperti Fir'aun, mengendarai kendaraan Fir'aun sehingga ia dikenal Pangeran Musa bin Fir'aun. Walaupun di didik dalam tradisi istana, sejak kecil Musa memahami bahwa ia bukan anak Fir'aun melainkan keturunan Bani Israil yang tertindas. Karena prihatin terhadap nasib rakyat yang dianiaya oleh keluarga raja dan para pembesar kerajaan, Musa bertekad untuk membela kaumnya yang lemah. Suatu saat, tindakan Musa membela seorang anggota kaumnya yang berkelahi melawan seorang dari golongan Fir'aun yang menyebabkannya tewas.. Seorang saksi yang melihat kejadian itu lalu melaporkannya ke Fir'aun. Mengetahui bahwa Musa membela orang Israil, Fir'aun segera memerintahkan untuk menangkapnya. Akhirnya, Musa melarikan diri dan memutuskan untuk meninggalkan Mesir. Ia bertaubat dan memohon ampun kepada Allah, saat itu ia berusia 18 tahun. Kisah ini terdapat dalam surat Al-Qasas : 14-21.
Musa pergi ke Madyan, kota tempat tinggal Nabi Syu'aib AS. Dari Mesir ke Madyan harus ditempuh berjalan kaki selama 8 har. Karena kelelahan dan merasa lapar, Musa beristirahat dibawah pepohonan. Tak jauh dari tempatnya beristirahat, ia melihat dua orang gadis berusaha berebut untuk mendapatkan air di sumur guna memberi minum ternak yang mereka gembalakan. Kedua gadis itu berebutan dengan sekelompok pria-pria kasar yang tampak tidak mau mengalah. Melihat itu, Musa segera beranjak menolong kedua gadis tersebut. Laki-laki kasar itu coba melawan Musa, tapi Musa dapat mengalahkan mereka.
Musa Menikah
Kedua gadis ini tak lain adalah putri-putri Syu'aib, mereka lalu melaporkan kejadian yang telah dialami bersama Musa kepada ayahnya. Syu'aib lalu menyuruh kedua putrinya mengundang Musa ke rumah, Musa memenuhi undangan itu. Keluarga Nabi Syu'aib sangat senang melihat Musa, sikapnya sopan dan tampak sekali ia seorang pemuda bermartabat dari kalangan bangsawan. Kepada Syu'aib, Musa menceritakan peristiwa pembunuhan yang telah dilakukannya yang menyebabkan ia telah terusir dari Mesir. Syu'aib menyarankan agar ia tetap tinggal dirumahnya agar ia terhindar dari kejaran orang-orang Fir'aun. Syu'aib bermaksud menikahkan Musa dengan salah seorang putrinya. Sebagai syarat mas kawin, Musa diminta bekerja menggembalakan ternak milik Syu'aib selama 8 tahun. Musa menyanggupi syarat tersebut, bahkan ia menggenapkan masa kerjanya menjadi 10 tahun, ia menjalani pekerjaannya dengan sabar. Selama itu, nampaklah oleh keluarga Syu'aib bahwa Musa adalah pemuda yang kuat, perkasa, jujur dan dapat diandalkan. Tidak salah jika Syu'aib mengambilnya sebagai menantu. Musa sangat bahagia hidup bersama istrinya, Syu'aib juga lega karena anaknya mendapat pelindung yang dapat dipercaya. Kisah ini terdapat dalam surat Al-Qasas : 22-28.
Musa Kembali Ke Mesir
Sepuluh tahun setelah meninggalkan Mesir, Musa berniat kembali kesana bersama istrinya. Musa sadar, tidak mustahil orang-orang Fir'aun masih mencarinya. Oleh karena itu, ia dan istrinya tidak berani melalui jalan biasa melainkan memilih jalan memutar. Sampai suatu malam, mereka tersesat tak tahu arah mana yang harus ditempuh untuk meneruskan perjalanan ke Mesir. Saat itulah Musa melihat ada cahaya api terang benderang diatas sebuah bukit, Musa berkata kepada istrinya "Tunggu disini, aku akan mengambil api itu untuk menerangi jalan kita" Tatkala Musa mendekati api tersebut, tiba-tiba terdengar suara yang menyeru ;
"Hai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di lembah suci Thuwa dan Aku telah memilihmu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku."
Inilah wahyu pertama yang diterima langsung oleh Musa. Dengan diterimanya wahyu ini, maka Musa telah diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Sebagai rasul, Allah SWT telah memberinya mukjizat berupa tongkat yang bisa berubah menjadi ular dan tangannya yang dapat bersinar putih cemerlang setelah dikepitkan di ketiaknya. Kisah ini terdapat dalam surat Taha : 9-23.
Allah SWT memerintahkan Nabi Musa untuk berdakwah kepada Fir'aun, Nabi Musa masih merasa takut karena dulu ia pernah membunuh orang mesir. Namun Allah menjanjikan perlindungan untuknya, maka tentramlah hatinya. Untuk lebih memantapkan dakwahnya, Musa memohon kepada Allah agar ia ditemani oleh Nabi Harun saudaranya. Karena Nabi Harun sangat cakap dalam berbicara dan berdebat, permintaan Musa dikabulkan. Nabi Harun yang masih berada di Mesir di gerakkan hatinya oleh Allah sehingga ia berjalan menemui Musa. Hal tersebut dinyatakan dalam surat Al-Qasas : 32-35 dan surat Taha : 42-47.
Akhirnya bersama-sama Nabi Harun, Musa meenghadap Fir'aun. Ia mengadakan dialog dengan Fir'aun tentang Tuhan. namun, Fir'aun menanggapinya dengan sinis dan mengejek Nabi Musa tidak tahu diri. Dulu ia diasuh dan dibesarkan di istana mesir, tapi kini ia malah berbalik menentang Fir'aun. Nabi Musa menjawab bahwa semua itu terjadi disebabkan karena ulah Fir'aun sendiri. Seandainya Fir'aun tidak memerintahkan untuk membunuh bayi laki-laki, tidak mungkin ia dihanyutkan di sungai Nil sampai akhirnya ditemukan dan diangkat anak istri Fir'aun. Nabi Musa tidak merasa berhutang budi pada Fir'aun. Nabi Musa mengatakan bahwa sesungguhnya Fir'aun bukanlah Tuhan, ada Tuhan lain yang berhak disembah, Yuhan nenek moyang mereka, Tuhan seluruh alam semesta. Firaun sangat murka dan meminta Nabi Musa untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran Tuhan.
Keberhasilan Nabi Musa Melawan Ahli-Ahli Sihir Fir'aun
Di depan masyarakat luas, Nabi Musa dapat menunjukkan mukjizatnya menghadapi ahli-ahli sihir Fir'aun. Nabi Musa mempersilahkan ahli-ahli sihir Fir'aun untuk mempertunjukkan kebolehan mereka lebih dulu. Mereka lalu melemparkan tali dan tongkat-tongkatnya, tak lama kemudian tali dan tongkat tersebut berubah menjadi ular yang jumlahnya ribuan ekor. Fir'aun tertawa bangga menyaksikan kebolehan para ahli sihirnya, masyarakat yang hadir disana juga terkagum-kagum. Dengan tenang Nabi Musa melemparkan tongkatnya, tongkat tersebut berubah menjadi ular yang sangat besar dan langsung melahap ular-ular para ahli sihir Fir'aun. Dalam waktu singkat, ular-ular itu habis di telan oleh ular Nabi Musa. Para ahli sihir itu terbelalak heran, apa yang diperlihatkan Nabi Musa bukanlah seperti sihir yang mereka pelajari dari syetan. Sadar akan hal itu, para ahli sihir tersebut berlutut kepada Musa dan menyatakan diri sebagai pengikut ajaran yang dibawanya. Mereka bertaubat dan hanya akan menyembah Allah saja. Kisah ini dijelaskan dalam surat Asy-Syu'ara : 18-15.
Fir'aun sangat murka melihat pembelotan para ahli sihir yang telah bertaubat itu, ia mengancam akan menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat kejam. Namun, para penyihir itu tetap memilih menjadi pengikut Nabi Musa. Akhirnya Fir'aun memerintahkan untuk memotong tangan dan kaki mereka serta menyalib mereka di batang pohon kurma. Mereka pun menerimanya dengan sabar dan tetap beriman kepada Allah, jumlah mereka saat itu 70 orang.
Azab Bagi Fir'aun Dan Pengikutnya
Kejengkelan Fir'aun memuncak setelah Nabi Musa memperoleh pengikut yang lebih banyak, Fir'aun menjadi semakin kejam terhadap Bani Israil. Nabi Musa senantiasa menyuruh kaumnya untuk bersabar menghadapi kesewenang-wenangan Fir'aun, Fir'aun pun tidak henti-hentinya mengejek dan menghina Nabi Musa. Karena semakin lama tindakan Fir'aun semakin merajalela, Nabi Musa berdoa kepada Allah agar Fir'aun dan para pengikutnya diberi azab. Allah mengabulkan doa Nabi Musa. Kerajaan Fir'aun dilanda krisis keuangan, selain itu wilayah Mesir dilanda kemarau panjang. Banyak panen yang gagal, tanaman dan pepohonan banyak yang mati disusul badai topan yang merobohkan rumah-rumah mereka. Jutaan belalang berdatangan menyerbu hewan dan perkebunan juga kutu dan katak. Setelah kemarau, muncul banjir besar. Akibat banjir itu, kemudian muncul wabah penyakit. Anak laki-laki Mesir mendadak mati tak terkecuali anak-anak Fir'aun sendiri termasuk putra mahkota, pengikut Fir'aun mendatangi Nabi Musa memohon agar azab itu dicabut dari mereka dengan janji mereka akan beriman. Namun ketika Allah mengabulkan permintaan itu, mereka ingkar terhadap janjinya. Kisah ini terdapat dalam surat Al-Mu'minin : 26, Az-Zukhruf : 51-54, Yunus : 88-89, dan Al-A'raf : 130-135.
Peristiwa Laut Merah Terbelah
Bani Israil yang semakin menderita karena ulah Fir'aun dan pengikutnya meminta Nabi Musa untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Setelah mendapat wahyu dari Allah agar mengajak kaumnya pergi meninggalkan Mesir, Nabi Musa lalu membawa kaumnya ke Baitul Maqdis. Mereka pergi secara diam-diam di malam hari. Ketika mereka sampai di tepi Laut Merah, mereka baru menyadari bahwa Fir'aun dan tentaranya mengejar mereka. Para pengikut Nabi Musa sangat panik, karena mereka tidak bisa lari kemanapun. Saat itulah turun wahyu agar Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Seketika laut pun membelah, hingga terbentang jalan bagi Nabi Musa dan pengikutnya untuk menyeberang. Fir'aun dan tentaranya mengejar rombongan itu. Namun ketika Nabi Musa dan para pengikutnya telah sampai di tepi sementara Fir'aun dan dan tentaranya masih berada di tengah laut, atas perintah Allah laut pun kembali menutup hingga Fir'aun dan tentaranya tenggelam. Di saat-saat terakhir menjelang kematiannya, Fir'aun sempat bertaubat dan menyatakan diri beriman kepada Allah. Namun bertaubat menjelang ajal yang dilakukan Fir'aun itu sudah terlambat dan tidak lagi diterima oleh Allah, sehingga ia mati dalam keadaan tetap kafir. Kisah ini terdapat dalam surat Taha : 77-79, Asy-Syu'ara : 60-68 dan Yunus : 90-92. Ternyata, mayat Fir'aun tetap utuh sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Yunus : 92 sebagai tanda bagi umat-umat berikutnya. Ini telah terbukti dengan di ketemukannya mummi Fir'aun (Pharaoh) di Mesir pada abad ke-20 M.
Karunia Bagi Bani Israil
Dalam perjalanan ke Mesir, Bani Israil sangat manja. Saat mereka haus, Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke batu maka dari batu tersebut memancarlah 12 mata air sesuai dengan suku (sibith) Bani Israil sehingga masing-masing suku mempunyai mata air sendiri. Di gurun Sinai yang panas terik, tak ada rumah untuk di huni, tak ada pohon untuk berteduh, maka Allah menaungi mereka dengan awan. Ketika bekal makanan dan minuman mereka habis, mereka pun meminta Nabi Musa memohon kepada Allah agar diberikan makanan dan minuman, maka Allah menurunkan Manna dan Salwa.Manna adalah makanan yang turun dari udara seperti turunnya embun, turun diatas batu dan daun pohon rasanya manis seperti madu. Sedang Salwa adalah sejenis burung puyuh yang datang berbondong-bondong silih berganti sampai-sampai menutupi bumi karena banyaknya. Mendapat karunia dan rezeki yang kian melimpah dari Allah. Bani Israil bukannya bersyukur malah mereka meminta makanan dari jenis yang lain lagi. Di sinilah mulai terlihat betapa Bani Israil sangat kufur terhadap nikmat Allah. Berbagai tuntutan dan permintaan dari Bani Israil ini diceritakan dalam surat Al-A'raf : 160 dan surat Al-Baqarah : 61.
Turunnya Kitab Taurat
Setelah persoalan dengan Fir'aun selesai, Nabi Musa memohon untuk diberikan kitab suci sebagai pedoman. Allah SWT lalu memerintahkan Nabi Musa untuk berpuasa selama 30 hari dan pergi berkhalwat ke bukit Thur, Al-Aiman atau Thursina. Sebelum pergi, Nabi Musa meminta Nabi Harun menjadi wakilnya untuk mengurus kaumnya. Setelah berpuasa selama 30 hari, Allah memerintahkannya untuk berpuasa selama 10 hari lagi untuk menggenapkan ibadahnya menjadi 40 hari. Setelah itu Allah berbicara dengannya dengan Kalam-Nya yang Azali, sehingga Nabi Musa pun memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia lain. Dalam kesempatan bermunajat di bukit Thursina ini, timbul kerinduan Nabi Musa untuk bertemu Allah SWT. Ia pun meminta agar Allah mengizinkan dirnya untuk melihat zat-Nya. Allah SWT mengatakan bahwa ia telah meminta sesuatu yang diluar kesanggupannya. Allah kemudian menyuruh Nabi Musa untuk melihat ke sebuah bukit, Allah akan menampakkan wujudnya kepada bukit itu.Jika bukit itu tetap tegak berdiri, maka Nabi Musa dapat melihat-Nya. Namun, jika bukit yang lebih besar darinya itu tak mampu bertahan, maka lebih-lebih dirinya. Ketika Nabi Musa mengarahkan pandangan ke bukit itu, seketika bukit itu hancur luluh, melihat itu Nabi Musa merasa terkejut dan ngeri, ia pun jatuh pingsan. Setelah sadar, ia bertasbih dan bertahmid seraya memohon ampun kepada Allah SWT atas kelancangannya. Selanjutnya, Allah SWT memberikan Kitab Taurat sebagai kitab suci yang berupa kepingan-kepingan batu. Di dalamnya tertulis pedoman hidup dan penuntun beribadah kepada Allah SWT. Kisah munajat Nabi Musa di bukit Thursina ini diceritakan dalam surat Al-A'raf : 142-145.
Patung Anak Sapi
Sepeninggal Nabi Musa, Bani Israil dihasut oleh seorang munafik bernama Samiri. Karena keimanan tauhid mereka yang memang belum tebal, dengan mudah mereka termakan hasutan Samiri. Bani Israil membuat patung anak sapi yang disembah sebagai Tuhan mereka. Sebelum pergi ke bukit Thursina, Nabi Musa berkata kepada kaumnya bahwa ia akan meninggalkan mereka tidak lebih dari 30 hari. Ketika Allah menambahkannya 10 hari lagi sehingga bertambah lama kepergiannya, maka mereka menganggapnya telah melupakannya. Samiri mengatakan kepada Bani Israil bahwa keterlambatan Nabi Musa ini disebabkan karena mereka telah membuat marah Tuhan dengan mengambil perhiasan-perhiasan dari kuburan orang-orang Mesir. Maka untuk meminta ampun kepada Tuhan dan agar Nabi Musa mau kembali kepada mereka, mereka harus melemparkan perhiasan-perhiasan tersebut ke dalam api. Mereka pun percaya dengan hasutan Samiri, para wanita-wanita Bani Israil melemparkan perhiasan-perhiasan mereka ke dalam api. Dari emas yang terkumpul itu, lalu Samiri membuat patung anak sapi. Dengan teknik khusus, ia membuat angin bisa masuk dan menimbulkan suara dari mulut patung anak sapi itu, sehingga seolah-olah patung tersebut bisa berbicara. Kemudian Samiri menyuruh Bani Israil untuk menyembahnya.
Nabi Harun tidak berdaya menghadapi kaumnya yang kembali murtad itu. Ketika Nabi Musa kembali, ia sangat marah dan bersedih hati melihat perilaku kaumnya. Mula-mula ia marah terhadap Nabi Harun yang dianggap tidak bisa menjaga kaumnya dengan baik. Namun setelah mendengar penjelasan dari Nabi harun, ia pun tenang kembali. kemudian ia mengusir Samiri dan menjelaskan kepada kaumnya tentang perbuatan mereka yang salah. Sebagai hukuman, Samiri diberi kutukan oleh Allah. Jika ia menyentuh atau disentuh oleh manusia, maka badannya akan menjadi panas demam. itulah azab Samiri di dunia, seumur hidupnya ia tidak bisa berhubungan dengan siapapun.
Setelah Samiri pergi, Nabi Musa membakar patung anak sapi sembahan Bani Israil dan membuang abunya ke laut. Allah kemudian memerintahkan Nabi Musa agar membawa kaumnya untuk memohon ampun atas dosa mereka menyembah patung anak sapi, Nabi Musa mengajak 70 orang terpilih dari Bani Israil ke bukit Thursina. Setelah mereka berpuasa mensucikan diri muncullah awan gelap di bukit itu, Nabi Musa dan rombongannya memasuki awan gelap itu dan bersujud. Ketika bersujud, 70 orang itu mendengar percakapan antara Nabi Musa dengan Allah SWT. Timbul keinginan mereka untuk melihat Zat Allah, bahkan mereka menyatakan tidak akan beriman sebelum melihat-Nya. Seketika itu pula tubuh mereka tersambar petir hingga merekapun tewas. Nabi Musa memohon agar kaumnya diampuni dan dihidupkan kembali, maka Allah pun menghidupkan kembali 70 orang pengikut Nabi Musa itu, Nabi Musa lalu menyuruh mereka bersumpah untuk berpegang teguh pada Kitab Taurat sebagai pedoman hidup dan beriman kepada Allah SWT. Kisah ini terdapat dalam surat Al-A'raf : 149-155 dan Al-Baqarah : 55, 56, 63, 64.
Sapi Betina ( Al-Baqarah)
Suatu hari, terjadi pembunuhan diantara kaum Nabi Musa. Untuk mengetahui siapa pembunuh tersebut, atas petunjuk Allah, Nabi Musa memerintahkan kaumnya untuk mencari seekor sapi betina. Dengan lidah sapi itu, nantinya mayat yang terbunuh akan dipukul dan hidup kembali atas kehendak dan izin dari Allah SWT. Kaum Bani Israil sebenarnya enggan melaksanakan perintah ini, mereka berharap hal ini dibatalkan. Sebagaimana dikisahkan dalam surat Al-Baqarah : 67-71.
Nama surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina, diambil karena dalam surat ini terdapat kisah penyembelihan sapi betina. Dapat dilihat pada ayat-ayat tersebut bahwa sikap Bani Israil yang cerewet justru telah menyulitkan mereka sendiri. seandainya ketika diperintahkan pertama kali mereka langsung melaksanakannya, tentu mereka tidak akan repot. Tetapi mereka malah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang rumit, sehingga hampir saja mereka tidak dapat menemukan sapi sesuai dengan ciri-ciri yang diterangkan Nabi Musa. Begitu sapi telah didapatkan, mereka lalu menyembelihnya dan lidah sapi itu dipukulkan ke tubuh mayat orang yang terbunuh. Seketika mayat itu hidup kembali dan menceritakan bahwa ia telah dibunuh oleh sepupunya sendiri.
Kisah Qarun Dan Hartanya
Tersebutlah seorang pengikut Nabi Musa yang sangat kaya yang bernama Qarun. Meskipun sangat kaya, namun ia tidak mau menyedekahkan hartanya untuk fakir miskin. Nasehat-nasehat Nabi Musa tidak diperdulikannya, bahkan ia mengejek dan memfitnah Nabi Musa. Guna memberi pelajaran pada Qarun dan memberi contoh pada kaumnya, Nabi Musa memanjatkan doa agar Allah menurunkan azab-Nya pada diri Qarun. Allah SWT lalu memberi azab dengan menguburkan seluruh harta kekayaan beserta diri Qarun melalui bencana tanah longsor yang dahsyat. Kisah Qarun dan hartanya terdapat dalam surat Al-Qasas : 76-82.
Sesuai dengan syariat dalam Taurat, Nabi Musa menentukan hari Sabtu sebagai hari untuk berkumpul dan beribadah. Pada hari itu Bani Israil dilarang untuk melakukan usaha apapun, termasuk berniaga dan mencari ikan. Namun pada hari sabtu tersebut, justru ikan-ikan terlihat sangat banyak di laut. Sesungguhnya ini kehendak Allah untuk menguji keimanan dan ketaatan Bani Israil. Ternyata, mereka tidak tahan dengan ujian ini dan melanggar larangan hari Sabtu. Oleh sebab itu, Allah kemudian mengutuk sebagian dari mereka menjadi kera. Hal ini disebutkan dalam surat Al-Baqarah : 65 dan Al-A'raf : 166.
0 Response to "Kisah Nabi Musa AS"
Post a Comment
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak...!