Nama : Ismail bin Ibrahim
Usia : 137 tahun
Periode Sejarah : 1911 - 1774 SM
Tempat Diutus : Mekah
Jumlah Keturunan : 12 Anak laki-laki dan 1 perempuan
Tempat Wafat : Mekah
Sebutan Kaum : Amaliq dan Kabilah Yaman
Dalam Al-Qur'an namanya disebutkan sebanyak 12 kali
Nabi Ibrahim yang berhijrah meninggalkan Mesir bersama Sarah, istrinya dan Siti Hajar, dayangnya ke tempat tujuannya di Palestina. Ia juga membawa semua hewan ternak dan harta miliknya yang diperolehnya dari usaha dagang di Mesir. Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, berkata;
"Pertama-tama-yang menggunakan setagi (setagen) ialah Hajar ibu Nabi Ismail tujuannya untuk menyembunyikan kandungannya dari Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi Ibrahim tetapi belum juga hamil. Tetapi walau bagaimanapun juga akhirnya terbukalah rahasia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail dan sebagaimana lazimnya seorang istri, Sarah merasa dikalahkan oleh Siti Hajar sebagai seorang dayangnya yang telah diberikan kepada Nabi Ibrahim dan sejak itulah Sarah merasa bahwa Nabi Ibrahim lebih dekat dengan Hajar karena sangat senang dengan putranya yang pertama itu. Hal ini menjadi awal keretakan dalam rumah tangga Nabi Ibrahim sehingga Sarah merasa sakit hati jika melihat Hajar dan meminta Nabi Ibrahim agar menjauhkan dari matanya dan di tempatkan ditempat lain."
Dengan tawakal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah membawa Hajar dan Ismail dengan mengendarai unta tanpa arah tujuan yang pasti. Ia hanya berserah diri kepada Allah yang akan memberi arah kepada unta tunggangannya. Dan berjalanlah unta Nabi Ibrahim bersama tiga hamba Allah yang berada diatas punggungnya keluar kota masuk ke lautan pasir dan padang terbuka dimana terik matahari dengan pedihnya menyengat tubuh dan angin yang kencang menghambur-hamburkan debu pasir.
Setelah berminggu-minggu berada dalam perjalanan jauh yang melelahkan, tibalah Nabi Ibrahim bersama Ismail dan ibunya di Mekah kota suci dimana Ka'bah didirikan dan menjadi pujaan manusia dari seluruh dunia. Di tempat dimana Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya dan di situlah Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar bersama putranya dengan hanya dibekali dengan serantang makanan dan minuman sedangkan keadaan sekitarnya tidak ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada air yang mengalir, yang terlihat hanyalah batu dan pasir kering.
Alangkah sedih dan cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim seorang diri bersama dengan putranya yang masih kecil ditempat yang sunyi senyap kecuali batu gunung dan pasir. Ia seraya merintih dan menangis memegang kuat-kuat baju Nabi Ibrahim memohon belas kasihnya agar ia jangan ditinggalkan seorang diri di tempat yang kosong itu, tidak ada manusia, binatang maupun pohon dan tidak terlihat juga air yang mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak yang masih kecil dan menyusu.
Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak tega meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama putra yang sangat disayangi, akan tetapi ia sadar apa yang dilakukannya itu adalah kehendak Allah yang tentu mengandung hikmah yang masih terselubung baginya dan ia juga yakin bahwa Allah akan melindungi Ismail dan ibunya dalam tempat pengasingan itu dari segala kesukaran dan penderitaan. Ia berkata kepada Hajar;
"Bertawakal-lah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah pada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawamu kesini dan Dialah yang akan melindungimu dan menyertaimu di tempat yang sunyi ini. Sesungguhnya kalau bukan perintah dan wahyu-Nya, tidak sesekali aku tega meninggalkan kamu disini seorang diri bersama putraku yang sangat kucintai ini. Percayalah wahai Hajar, bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan menelantarkan kamu berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan berkah-Nya akan tetap turun diatas kamu untuk selamanya, insya Allah."
Mendengar kata-kata Nabi Ibrahim itu segeralah Hajar melepaskan genggamannya pada baju Nabi Ibrahim dan dilepaskannyalah dia menunggang kuda untuk kembali ke Palestina dengan iringan air mata yang bercucuran membasahi tubuh Ismail yang sedang menetek. Sedang Nabi Ibrahim pun tidak dapat menahan air matanya ketika ia turun dari dataran tinggi meninggalkan Mekah menuju Palestina dimana istrinya Sarah sedang menanti. Selama dalam perjalanan ia tidak henti-hentinya memohon kepada Allah, perlindungan, rahmat dan berkah serta karunia rezeki bagi putra dan ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu.
Ia berkata dalam doanya; "Wahai Tuhanku! Aku telah tempatkan putraku dan anak-anak keturunannya di dekat rumahmu (Baitullah) di lembah yang sunyi dari tanaman dan manusia agar mereka mendirikan shalat dan beribadah kepada-Mu. Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan yang lezat, mudah-mudahan mereka bersyukur kepada-Mu."
Kemunculan Mata Air Zam-zam
Suatu hari, Hajar berlari tergesa-gesa menuju bukit Shafa dengan mengharapkan mendapatkan sesuatu yang dapat menolongnya, tetapi hanya batu dan pasir yang ada disitu. Kemudian dari bukit Shafa ia melihat bayangan air yang mengalir diatas bukit Marwah dan larilah ia ke tempat itu, namun ternyata apa yang disangkanya air adalah fatamorgana (bayangan) belaka dan kembalilah ia ke bukit Shafa karena mendengar seakan-akan ada suara yang memanggilnya tetapi dugaannya meleset. Demikianlah, karena dorongan keinginan hidupnya dan hidup anaknya yang sangat disayangi, Hajar mondar mandir berlari sampai tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah yang pada akhirnya ia duduk termenung merasa capai dan hampir putus asa.
Diriwayatkan bahwa selagi Hajar berada dalam keadaan tidak berdaya dan hampir beputus asa kecuali rahmat dari Allah dan pertolongan-Nya, datanglah kepadanya malaikat Jibril, kemudian diajaklah Hajar mengikutinya pergi ke suatu tempat dimana Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat diatas tanah dan segeralah memancur dari bekas telapak kaki itu air yang jernih. Dengan kuasa Allah, itulah dia mata air zam-zam yang hingga kini dianggap suci oleh jemaah haji. Dan karena sejarahnya mata air itu disebut "Injakan Jibril", ada juga yang mengatakan itu bekas air mata Nabi Ismail.
Alangkah gembiranya Hajar waktu melihat air yang memancur itu. Segera ia membasahi bibir putranya dengan air suci itu dan segera pula terlihat wajah putranya segar kembali, demikian pula wajah Hajar yang merasa sangat bahagia dengan datangnya mukjizat dari Allah yang mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan kepada putranya setelah dibayang-bayangi oleh bayangan mati kelaparan yang mencekam.
Perintah Pengurbanan Ismail
Tiada keragu-raguan antara siapa yang dikorbankan Nabi Ibrahim, sebab Allah telah berfirman didalam Al-Qur'an bahwa Ismail lah yang dikorbankan. Nabi Ibrahim dari masa ke masa pergi ke Mekah untuk mengunjungi dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya untuk menghilangkan rasa rindu hatinya kepada putranya yang ia sangat sayangi serta untuk menenangkan hatinya yang gundah bila mengingat keadaan putranya dan Hajar yang ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan pergaulan umum.
Ketika Ismail menginjak remaja, Nabi Ibrahim mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail, putranya. Dan mimpi seorang Nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk termenung memikirkan
ujian maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikaruniai seorang putra yang telah sejak lama diharapkan dan didambakan, seorang putra yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyambung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan nyawanya harus di renggut oleh tangan ayahnya sendiri.
Namun sebagai seorang Nabi yang taat kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah diatas cintanya kepada anak dan istri dan harta kekayaannya. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apapun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Sungguh sangat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud; 'Allah lebih mengetahui dimana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalah-Nya'. Nabi Ibrahim tidak membuang waktu lagi, berazam (niat) tetap akan menyembelih Nabi Ismail, putranya sebagai qurban sesuai perintah Allah yang telah diterimanya. Berangkatlah Nabi Ibrahim menuju Mekah untuk menemui dan menyampaikan kepada putranya apa yang Allah perintahkan.
Kisah ini dikisahkan oleh Allah pada salah satu ayatnya;
"Hai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!"
"Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engakau akam mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (Q.S Ash-Shaaffaat : 102)
"Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu. Pertama, agar ayah mengikatku kuat-kuat agar aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah. Kedua, menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya. Ketiga, tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah pelaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku. Dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku, berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putra tunggalnya."
Kemudian dipeluknya Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata "Bahagialah aku mempunyai putra yang taat kepada Allah, bakti kepada orangtua, yang ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah."
Saat penyembelihan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia diatas lantai, lalu diambilnya parang tajam yang sudah disiapkan. Dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata Nabi Ibrahim yang mengeluarkan air mata berpindah memandang dari wajah putranya ke parang yang mengkilap di tangannya. Saat itu merupakan pertarungan antara perasaan seorang ayah dan kewajiban seorang rasul. Pada akhirnya, dengan memejamkan kedua matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan pun dilakukan. Akan tetapi, parang yang sudah sedemikian tajamnya itu tidak sanggup memotong leher Nabi Ismail.
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah. Sesungguhnya perintah itu merupakan sebuah ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, sampai sejauh mana taat dan cinta mereka kepada Allah. Ternyata keduanya lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan mengorbankan putranya untuk berbakti melaksanakan perintah Allah, sedangkan Nabi Ismail tidak sedikitpun ragu atau bimbang dalam menunjukkan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orangtuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai ketika parang itu tidak sanggup memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya; "Wahai ayahku! rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cobalah telungkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku". Akan tetapi, parang itu tetap tidak bisa memotong leher Nabi Ismail, bahkan setetes darah pun tidak keluar dari daging Nabi Ismail.
Dalam keadaan bingung dan sedih karena usahanya telah gagal untuk menyembelih putranya ,Ismail. Datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya;
"Hai Ibrahim! Sesungguhnya kamu telah melaksanakan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata." (Q.S Ash-Shaaffaat : 104-106).
Kemudian, sebagai tebusan ganti nyawa Ismail yang telah diselamatkan nyawanya itu. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor domba yang telah tersedia disampingnya, dan segera dipotong leher domba itu dengan parang di leher putranya, Ismail itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan umat Islam pada tiap Hari Raya Idul Adha diseluruh dunia.
Ismail Membantu Ayahnya Membangun Ka'bah
Sekitar tahun 1892 SM, ayahnya menerima wahyu dari Allah agar membangun Ka'bah. Hal itu disampaikan kepada anaknya, Nabi Ismail berkata "Kerjakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu dan aku akan membantumu dalam pekerjaan mulia itu". Ketika membangun Ka'bah, Nabi Ibrahim berkata kepada Nabi Ismail "Bawakan batu yang baik kepadaku untuk aku letakkan disatu sudut supaya ia menjadi tanda kepada manusia" Kemudian Jibril memberi ilham kepada Nabi Ismail supaya mencari batu hitam utnuk diserahkan kepada ayahnya, Nabi Ibrahim. Setiap kali bangun, mereka bedoa " Wahai Tuhan Kami, terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Bangunan (Ka'bah) itu menjadi tinggi dan Ibrahim makin lemah untuk mengangkat batu. Dia berdiri di satu sudut, kini dikenal dengan 'Maqam Ibrahim'.
Ismail Menceraikan Istrinya
Nabi Ibrahim sering berulang kali mengunjungi anaknya. Pada suatu hari, dia tiba di Mekah dan mengunjungi rumah anaknya. Suatu ketika, Nabi Ismail tidak ada di rumah kecuali istrinya. Istrinya tidak tahu kalau orang tua itu adalah mertuanya (ayah Ismail). ketika Nabi Ibrahim bertanya kemana Ismail, dia menjawab kalau suaminya sedang berburu. Ketika ditanya tentang keadaan mereka berdua, dia berkata "kami berada dalam kesempitan". Nabi Ibrahim bertanya "Apakah kamu punya jamuan makanan dan minuman?" dia menjawab "Aku tidak mempunyainya, malah apapun tidak ada". Kelakuan istri Nabi Ismail itu tidak baik dilihat Nabi Ibrahim, karena kelihatan tidak terima dengan pemberian Allah dan sudah bosan hidup dengan suaminya. Bahkan dia kelihatan kikir karena tidak mau kedatangan tamu, akhirnya Nabi Ibrahim berkata kepada istri anaknya "Jika suamimu kembali, sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya supaya dia menggantikan pintunya.
Setelah itu Nabi Ibrahim pergi. Kemudian ketika Nabi Ismail pulang kerumah dengan hati gembira, karena dia menganggap tidak sesuatu yang terjadi selama dia pergi meninggalkan rumah. Nabi Ismail bertanya kepada istrinya "Apakah ada orang yang menemui kamu?" istrinya menjawab "Ya, ada orangtua yang mengunjungi kita" Nabi Ismail bertanya kembali "Apakah di menitipkan pesan kepadamu?" istrinya menjawab "Ya, dia menyuruhku menyampaikan salam kepadamu dan memintaku mengatakan kepadamu supaya menggantikan pintumu" Nabi Ismail bekata "Dia adalah ayahku. Sesungguhnya dia menyuruhku supaya menceraikanmu, maka kembalilah ke keluargamu".
Setelah menceraikan istrinya, Nabi Ismail menikah lagi. kali ini dengan seorang lagi wanita dari suku Jurhum, istri barunya itu mendapat ridha dari Nabi Ibrahim karena pintar menghormati tamu, tidak menceritakan aib yang akan menjatuhkan martabat suami dan selalu bersyukur atas nikmat Allah. Ismail hidup bersama istri barunya itu hingga melahirkan 12 anak laki-laki dan 1 anak perempuan Bashemath yang dinikahkan dengan anak saudaranya (keponakan) yaitu Al-Aish bin Ishaq. Dari keturunan Nabi Ismail lahir Nabi Muhammad SAW, keturunan Nabi Ismail juga menurunkan bangsa Arab Musta'ribah.
0 Response to "Kisah Nabi Ismail AS"
Post a Comment
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak...!